Hakikat Semantik
Kata semantik berasal dari
bahasa Yunani sema yang artinya tanda atau lambang (sign). “Semantik”
pertama kali digunakan oleh seorang filolog Perancis bernama Michel Breal pada
tahun 1883. Kata semantik kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan
untuk bidang linguistik yang mempelajari tentang tanda-tanda linguistik dengan
hal-hal yang ditandainya. Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan
sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga
tataran analisis bahasa: fonologi, gramatika, dan semantik (Chaer, 1994: 2).
Semantik merupakan istilah teknis
yang mengacu pada studi tentang makna. Semantik dalam
bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani ‘sema’ (kata benda) yang berarti ‘tanda’ atau
‘lambang’. Kata kerjanya adalah ‘semaino’ yang berarti ‘menandai’ atau ‘melambangkan’.
Yang dimaksud tanda atau lambang disini adalah tanda-tanda linguistik (Perancis: signé linguistique).
Menurut Ferdinan de
Saussure (1966), tanda lingustik terdiri dari :
1) Komponen yang
menggantikan, yang berwujud bunyi bahasa.
2) Komponen yang diartikan
atau makna dari komopnen pertama.
Kedua
komponen ini adalah tanda atau lambang, dan sedangkan yang ditandai atau dilambangkan adalah sesuatu yang berada di luar bahasa, atau yang lazim
disebut sebagai referent/ acuan / hal yang ditunjuk. Jadi, Ilmu Semantik
adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan
hal-hal yang ditandainya. Ilmu
tentang makna atau arti. Pandangan yang bermacam-macam dari para ahli
mejadikan para ahli memiliki perbedaan dalam mengartikan semantik. Pengertian
semantik yang berbeda-beda tersebut justru diharapkan dapat mngembangkan
disiplin ilmu linguistik yang amat luas cakupannya.
1.
Charles Morrist
Mengemukakan
bahwa semantik menelaah “hubungan-hubungan tanda-tanda dengan objek-objek yang
merupakan wadah penerapan tanda-tanda tersebut”
2.
J.W.M Verhaar; 1981:9
Mengemukakan bahwa semantik (inggris: semantics) berarti teori makna atau
teori arti, yakni cabang sistematik bahasa yang menyelidiki makna atau arti.
3.
Lehrer; 1974: 1
Semantik
adalah studi tentang makna. Bagi Lehrer, semantik merupakan bidang kajian yang
sangat luas, karena turut menyinggung aspek-aspek struktur dan fungsi bahasa
sehingga dapat dihubungkan dengan psikologi, filsafat dan antropologi.
4.
Kambartel (dalam Bauerk, 1979: 195)
Semantik
mengasumsikan bahwa bahasa terdiri dari struktur yang menampakan makna apabila
dihubungkan dengan objek dalam pengalaman dunia manusia.
5.
Ensiklopedia britanika (Encyclopedia Britanica,
vol.20, 1996: 313)
Semantik
adalah studi tentang hubungan antara suatu pembeda linguistik dengan hubungan
proses mental atau simbol dalam aktifitas bicara.
6. Dr. Mansoer pateda
Semantik adalah subdisiplin linguistik yang
membicarakan makna.
Relasi Makna
Relasi makna dapat berwujud
macam-macam. Berikut ini diuraikan beberapa wujud relasi makna.
Sinonimi
Secara semantik Verhaar (1978)
mendefinisikan sinonimi sebagai ungkapan (bisa berupa kata, frase, atau
kalimat) yang maknanuya kurang lebih sama dengan makna ungkapan lain. Umpamanya
kata buruk dan jelek adalah du buah kata yang bersinonim; bunga, kembang, dan
puspa adalah tiga kata yang yang bersinonim. Hubungan makna antara dua buah
kata yang bersinonim bersifat dua arah. Namun, dua buah kata yang bersinonim
itu; kesamaannya tidak seratus persen, hanya kurang lebih saja. Kesamaannya
tidak bersifat mutlak.
Antonimi dan Oposisi
Secara semantik Verhaar (1978)
mendefenisikan antonimi sebagai: Ungkapan (biasanya berupa kata, tetapi dapat
pula dalam bentuk frase atau kalimat) yang maknanya dianggap kebalikan dari
makna ungkapan lain. Misalnya kata bagus yang berantonimi dengan kata buruk;
kata besar berantonimi dengan kata kecil.
Sama halnya dengan sinonim, antonim
pun tidak bersifat mutlak. Itulah sebabnya dalam batasan di atas, Verhaar menyatakan
”…yang maknanya dianggap kebalikan dari makna ungkapan lain” Jadi, hanya
dianggap kebalikan. Bukan mutlak berlawanan.
Sehubungan dengan ini banyak pula
yang menyebutnya oposisi makna. Dengan istilah oposisi, maka bisa tercakup dari
konsep yang betul-betul berlawanan sampai kepada yang bersifat kontras saja.
Kata hidup dan mati, mungkin bisa menjadi contoh yang berlawanan;
tetapi hitam dan putih mungkin merupakan contoh yang hanya
berkontras.
Homonimi, Homofoni, dan Homografi
Homonimi adalah ‘relasi makna antar
kata yang ditulis sama atau dilafalkan sama, tetapi maknanya berbeda’.
Kata-kata yang ditulis sama tetapi maknanya berbeda disebut homograf, sedangkan
yang dilafalkan sama tetapi berbeda makna disebut homofon. Contoh homograf adalah
kata tahu (makanan) yang berhomografi dengan kata tahu (paham), sedang kata
masa (waktu) berhomofoni dengan massa (jumlah besar yang menjadi satu
kesatuan).
Hiponimi dan Hipernimi
Hiponimi adalah ‘relasi makna yang
berkaitan dengan peliputan makna spesifik dalam makna generis, seperti makna
anggrek dalam makna bunga, makna kucing dalam makna binatang’. Anggrek, mawar,
dan tulip berhiponimi dengan bunga, sedangkan kucing, kambing, dan kuda
berhiponimi dengan binatang. Bunga merupakan superordinat (hipernimi,
hiperonim) bagi anggrek, mawar, dan tulip, sedangkan binatang menjadi
superordinat bagi kucing, kambing, dan kuda.
Polisemi
Polisemi lazim diartikan sebagai
satuan bahasa (terutama kata, bisa juga frase) yang memiliki makna lebih dari satu.
Umpamanya kata kepala dalam bahasa Indonesia memiliki makna (1) bagian tubuh
dari leher ke atas; (2) bagian dari suatu yang terletak disebelah atas atau
depan merupakan hal yang penting atau terutama seperti pada kepala susu,
kepala meja, dan kepala kereta api; (3) bagian dari suatu yang
berbentuk bulat seperti kepala, seperti pada kepala paku dan kepala
jarum; (4) pemimpin atau ketua seperti pada kepala sekolah, kepala kantor,
dan kepala stasiun; (5) jiwa atau orang seperti dalam kalimat Setiap
kepala menerima bantuan Rp 5000,-.; dan (6) akal budi seperti dalam
kalimat, Badannya besar tetapi kepalanya kosong.
Ambiguitas
Ambiguitas atau ketaksaan sering
diartikan sebagai kata yang bermakna ganda atau mendua arti. Kegandaan makna
dalam ambiguitas berasal dari satuan gramatikal yang lebih besar, yaitu frase
atau kalimat dan terjadi sebagai akibat penafsiran struktur gramatikal yang
berbeda. Umpamanya frase buku sejarah baru dapat ditafsirkan sebagai (1)
buku sejarah itu baru terbit, (2) buku itu berisi sejarah zaman baru.
Redundansi
Istilah redundansi sering diartikan sebagai
’berlebih-lebihan pemakaian unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran’.
Umpamanya kalimat Bola ditendang Si Badrih, maknanya tidak akan berubah bila dikatakan Bola ditendang oleh Si Badrih. Pemakaian kata oleh pada kalimat kedua
dianggap sebagai sesuatu yang redundansi, yang berlebih-lebihan dan sebenarnya
tidak perlu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar