Senin, 21 September 2015

Kinship Orang Toraja


Sistem Kekerabatan;


Kinship Orang Toraja

Keluarga adalah kelompok sosial dan politik utama dalam suku Toraja. Setiap desa adalah suatu keluarga besar. Setiap tongkonan memiliki nama yang dijadikan sebagai nama desa. Keluarga ikut memelihara persatuan desa. Pernikahan dengan sepupu jauh (sepupu keempat dan seterusnya) adalah praktek umum yang memperkuat hubungan kekerabatan. Suku Toraja melarang pernikahan dengan sepupu dekat (sampai dengan sepupu ketiga) kecuali untuk bangsawan, untuk mencegah penyebaran harta. Hubungan kekerabatan berlangsung secara timbal balik, dalam artian bahwa keluarga besar saling menolong dalam pertanian, berbagi dalam ritual kerbau, dan saling membayarkan utang.
Setiap orang menjadi anggota dari keluarga ibu dan ayahnya. Anak, dengan demikian, mewarisi berbagai hal dari ibu dan ayahnya, termasuk tanah dan bahkan utang keluarga. Nama anak diberikan atas dasar kekerabatan, dan biasanya dipilih berdasarkan nama kerabat yang telah meninggal. Nama bibi, paman dan sepupu yang biasanya disebut atas nama ibu, ayah dan saudara kandung.
Sebelum adanya pemerintahan resmi oleh pemerintah kabupaten Tana Toraja, masing-masing desa melakukan pemerintahannya sendiri. Dalam situasi tertentu, ketika satu keluarga Toraja tidak bisa menangani masalah mereka sendiri, beberapa desa biasanya membentuk kelompok; kadang-kadang, beberapa desa akan bersatu melawan desa-desa lain. Hubungan antara keluarga diungkapkan melalui darah, perkawinan, dan berbagi rumah leluhur (tongkonan), secara praktis ditandai oleh pertukaran kerbau dan babi dalam ritual. Pertukaran tersebut tidak hanya membangun hubungan politik dan budaya antar keluarga tetapi juga menempatkan masing-masing orang dalam hierarki sosial: siapa yang menuangkan tuak, siapa yang membungkus mayat dan menyiapkan persembahan, tempat setiap orang boleh atau tidak boleh duduk, piring apa yang harus digunakan atau dihindari, dan bahkan potongan daging yang diperbolehkan untuk masing-masing orang.
Sistem kekerabatan Suku Toraja tak sebatas aturan tentang hubungan darah dalam suatu keluarga, melainkan sebagai pra-sarana untuk menguatkan kelompok sosial dan politik dalam kehidupan. Hal tersebut bisa dilihat dari komposisi di setiap desa biasanya terbentuk dari suatu keluarga besar. Sehingga setiap tongkonan memiliki nama yang dijadikan sebagai nama desa. Maka secara otomatis, peran keluarga salah satunya adalah turut untuk memelihara persatuan desa. Sehingga sebelum adanya pemerintahan resmi dengan bentuk pemerintah kabupaten Tana Toraja, masing-masing desa melakukan pemerintahannya sendiri. Dalam situasi tertentu, ketika satu keluarga Toraja tidak bisa menangani masalah mereka sendiri, beberapa desa biasanya membentuk kelompok; kadang-kadang, beberapa desa akan bersatu melawan desa-desa lain.
Dalam hal pembagian peran, sistem kekerabatan dalam masyarakat Toraja terbagi atas keluarga inti. Ayah adalah penanggung jawab keluarga dan diganti anak laki-laki bila meninggal. Sedangkan ibu hanya mendidik anak dan menjaga nama baik keluarga. Masyarakat Toraja menggariskan keturunannya berdasarkan garis ayah dan ibu atau dalam istilah umum Bilateral. Seperti pada umumnya, hubungan kekerabatan dapat terbentuk berdasarkan dua hal, yaitu: Pertalian darah atau disebut kandappi, dan dari sebuah perkawinan rampean. Dan dalam tatanan masyarakat Toraja, unsur terkecil dalam sistem kekerabatan disebut Siulu (keluarga batih).
Praktek umum untuk memperkuat hubungan kekerabatan adalah dengan melakukan pernikahan dengan sepupu jauh (sepupu keempat dan seterusnya). Karena suku Toraja melarang pernikahan dengan sepupu dekat (sampai dengan sepupu ketiga) kecuali bagi bangsawan, demi mencegah penyebaran harta.
Hubungan antarkeluarga diungkapkan dengan darah, berbagi rumah leluhur, perkawinan dan secara praktis ditandai oleh pertukaran kerbau dan babi dalam ritual upacara adat. Pertukaran tersebut tidak hanya membangun hubungan politik dan budaya antar keluarga tetapi juga menempatkan masing-masing orang dalam hierarki sosial: siapa yang menuangkan tuak, berrapa jumlah potongan daging yang diperbolehkan untuk masing-masing orang, di mana tempat setiap orang boleh atau tidak boleh duduk, siapa yang membungkus mayat dan menyiapkan persembahan, dan bahkan piring apa yang harus digunakan atau dihindari. Sehingga hubungan kekerabatan berlangsung secara timbal balik, dalam artian bahwa keluarga besar saling menolong dalam pertanian, berbagi dalam ritual kerbau, dan saling membayarkan hutang. Karena sistem kekerabatan masyarakat Suku Toraja berdasarkan Billateral maka setiap orang menjadi anggota dari keluarga ibu dan ayahnya. Dengan demikian, seorang Anak mewarisi berbagai hal dari ibu dan ayahnya, termasuk tanah dan bahkan utang keluarga. Nama anak diberikan atas dasar kekerabatan, dan biasanya dipilih berdasarkan nama kerabat yang telah meninggal. Nama panggilan untuk bibi, paman dan sepupu biasanya disebut atas nama ibu, ayah dan saudara kandung.
Keunikan dalam kekerabatan orang Toraja adalah mereka tetap akan melakukan adopsi walaupun mereka sudah mempunyai anak. Hal itu dikarenakan Suku Toraja mempunyai keyakinan bahwa semakin banyak anak akan semakin banyak pula Toding atau Kerbau yang akan ikut di kubur saat orang tua angkatnya meninggal dunia.
Pengangkatan anak dilakukan terhadap anak yang masih kecil (dianak bitti), anak yang sudah besar dan terhadap orang dewasa, baik laki-laki maupun perempuan, yang diambil dari kalangan keluarga atau bukan dari kalangan keluarga. Proses pengangkatan anak dilaksanakan secara terang dan tunai. Hubungan kekerabatan anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya tidak terputus. Bila terjadi sengketa warisan, maka sering diselesaikan melalui lembaga adat yang berupa tongkonan.
Dengan demikian, maksud dari sistem kekerabatan yang berfungsi sebagai penguat hubungan sosial dan politik dalam kehidupan masyarakat Toraja tetap terjaga dan makin kuat. Suatu hubungan kekerabatan tak perlu menjadi retak atau putus hanya karena perkara hak waris. Karena dalam sistem billateral semua anak memiliki hak yang sama dari ayah dan ibu, dan bagi anak angkat persoalan hak warisnya masih mengacu pada orang tua kandungnya.















Sumber Rujukan

Kajian Antropologis Suku Toraja. http://kwatkhaysin.blogspot.com/ 2011/10/kajian-antropologis-suku-toraja.html
Konsep Sistem Budaya Suku Toraja. http://riyyani-ririn.blogspot.com/ 2011_10_01_archive.html 
Suku Toraja. http://sheilanurcahaya.wordpress.com/ 2012/01/17/suku-toraja/
Tana Toraja. http://herlanzgun.wordpress.com/ 2011/12/12/tana-toraja/
Wacana Nusantara. 2014. http://www.wacananusantara.org/sistem-kekerabatan-suku-toraja/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar